"Kesehatan bukan hanya tentang apa yang kamu makan. Ini tentang apa yang kamu pikirkan dan juga rasakan."
- Anonim -
Dampak Good Girl Syndrome Bagi Kesehatan Mental Anak Pertama Perempuan - Menjelang akhir tahun, biasanya pekerja kantoran disibukkan dengan berbagai laporan yang harus dirampungkan. Sedang aku justru sibuk dengan segala resolusi yang belum kelar. Sangat fokus pada ambisi dan abai terhadap alarm yang diberikan tubuh. Alhasil, aku harus pasrah mengawali Desember lalu dengan bedrest di ranjang rumah sakit.
Kupikir, sakitku memang karena kelelahan dan jarang makan, lalu penjelasan dokter yang seolah mampu membaca pikiranku menjawab semuanya. Bahwa selain faktor kesehatan, kondisi mental rupanya turut andil dalam hal ini. Isi kepala yang selalu berisik lah yang pada akhirnya, membuat tubuhku menyerah kemudian tumbang!
Baca Juga: Quarter Life Crisis Journal #2
💢 RISIKO LAHIR MENJADI PEREMPUAN SULUNG
Image By Freepik |
Ada keluhan apa saat ini?
Sekarang usia berapa?
Sudah menikah?
Hampir semua pertanyaan dari dokter spesialis penyakit dalam, saraf, hingga paru, memiliki inti yang sama. Sehingga diperoleh kesimpulan, yaitu penyebab aku tumbang adalah karena terlalu banyak pikiran yang kemudian berimbas pada naiknya asam lambung, berlanjut diare dan tipes.
Yups, menjadi anak pertama perempuan, tentu akan dihadapkan dengan aneka macam tantangan dan cobaan hidup. Sebagai sulung perempuan, menyembunyikan beban emosional di balik perilaku damai itu sudah biasa. Karena tidak ingin membuat orang lain merasa terbebani atau menyusahkan orang lain, anak pertama perempuan juga kerap tampak baik-baik saja serta selalu berusaha tegar di hadapan banyak orang, terutama orangtua. Begitu pun sikap yang sering aku tampilkan.
Baca Juga: Quarter Life Crisis Journal #1
Ada banyak sekali tekanan serta ekspektasi yang dibebankan padaku, yang secara sadar ataupun tidak, turut membangun karakter lain diluar aslinya aku. Tidak ada cara lain selain berupaya sekuat tenaga membentuk afirmasi positif demi menguatkan hati supaya tegar dan tangguh seorang diri.
"Kamu harus begini"
"Kamu harus begitu"
"Kamu harus kuat"
"Kamu nggak boleh nangis"
"Kita semua harus jadi manusia tangguh, nggak boleh lemah dan wajib sukses"
Image by Freepik |
Menurut ilmu psikologi, perilaku menyenangkan orang lain dengan mengorbankan perasaan sendiri merupakan salah satu gejala gangguan kesehatan yang disebut Good Girl Syndrome.
Dikutip dari Alodokter, Good Girl Syndrome atau Sindrom Gadis Baik adalah sikap seorang perempuan yang memaksakan diri untuk selalu berbuat baik dan menyenangkan orang lain tanpa perduli terhadap diri sendiri. Termasuk abai terhadap perasaan dan haknya.
Menjadi gadis baik yang penurut, patuh dan selalu bisa dibanggakan, mungkin akan menjadi kebanggan tersendiri bagi sebagian perempuan. Bisa jadi, dalam kondisi tertentu aku pun begitu. Tetapi perilaku seperti ini justru dinilai tidak bagus sebab cenderung menjadi beban dan parahnya, dampak good girl syndrome dapat membunuh karakter seseorang.
Terbiasa dengan perilaku seperti di atas membuatku lama-kelamaan menjadi pandai berpura-pura. Lihai dalam memendam perasaan, sekalipun rasanya ingin berteriak atau memaki.
Kebiasaan buruk seperti itulah yang akhirnya membuatku enggan terlibat konflik, malas berdebat dan memilih diam lalu menghindar. Kabar buruknya, aku malah suka menangis tengah malam, sendirian! Lalu menjadi overthinking hingga berakhir begadang karena nggak bisa tidur.
Baca Juga: Tentang Intropeksi Diri dan Sakit Hati
Pernah juga pada suatu hari, aku berperang melawan diriku sendiri. Antara harus menekan rasa tega atau memaksa menggunakan uang tabungan untuk membelikan kado ulangtahun seseorang.
"Nggak apa-apa, nanti cari duit lagi. Sekarang pakai ini dulu." begitu pikirku
Tapi, setelah kembali menimbang berkali-kali, aku memutuskan untuk menjadi tega dan membiarkan uang itu tetap aman di dalam rekening. Memprioritaskan kebutuhan utama daripada membeli kado. Meski setelah nya jadi kepikiran banget dan merasa bersalah karena hari istimewa someone special terlalui tanpa ada gift dari aku 😒
Ah, gini banget, ya mau jadi anak baik. Ternyata aku juga tidak selamanya mampu menyenangkan hati semua orang 😑
💢 APAKAH GOOD GIRL SYNDROME BERBAHAYA?
Image by Kutub.id |
Istilah good girl syndrome mungkin masih terasa asing di telinga kebanyakan orang, namun kalau istilah "nggak enakan?" sudah pasti paham, kan?
Nah, secara umum, sifat good girl syndrome itu mirip people pleaser yang selalu nggak enakan dan acapkali merasa "everything gonna be okay" waktu berhasil membuat orang lain senang. Bedanya, good girl syndrome cenderung menghindari kritik, konflik atau perseteruan, penolakan, serta kesalahan. Sehingga dampaknya akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang.
Sebagai anak perempuan sulung yang secara tidak langsung memikul beban atas kebahagiaan serta moral adik-adiknya, aku kerap merasa bersalah bila sesuatu tidak menyenangkan terjadi pada mereka. Misal, ketika salah satu adikku ingin beli jajanan viral akan tetapi harganya mahal, maka aku akan berusaha memberinya pengertian bahwa kita tidak wajib mengikuti trend apalagi jika kondisinya berbeda.
Baca Juga: Life is Supposed to be Joke
Namun wajah nelangsa nya malah terngiang-ngiang sepanjang malam serta berujung menjadi perasaan bersalah. Andai saja kondisi keuanganku lebih stabil, mungkin adikku tidak perlu mengalami momen semacam ini.
Tentu saja kondisi seperti ini tidak bagus untuk kesehatan mental. Sebab apabila seseorang menderita good girl syndrome psychology, maka dunianya akan penuh dengan kepalsuan. Pura-pura bahagia padahal sebaliknya. Tersenyum di luar tetapi hatinya menangis.
Bukankah kondisi seperti ini tergolong "berbahaya" bagi psikis seorang?
Image by Freepik |
Tidak hanya itu, penderita sindrom gadis baik pun sangat mudah depresi, rentan menjadi korban kejahatan penipuan karena ada perasaan "nggak enak" jika hendak menolak permintaan orang lain. Yang pada akhirnya justru dimanfaatkan oleh golongan orang-orang tidak bertanggungjawab.
Perempuan dengan good girl syndrome juga seringkali dinilai sebagai kaum yang lemah sekaligus naif. Lemah karena sulit mengatakan "tidak" pada orang lain. Dan naif karena menganggap semua orang memiliki karakter yang sama.
Sialnya, hampir semua gejala good girl syndrome di atas terlanjur diborong oleh anak pertama perempuan. Termasuk aku, dan kebanyakan si sulung perempuan di luar sana 😂
Apabila diringkas, berikut ciri-ciri good girl syndrome yang dapat diamati dengan mudah, yaitu:
- Sulit bilang "TIDAK" pada orang lain
- Lebih senang memendam perasaan serta pendapat
- Cenderung mebanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain
- Takut membuat orang lain sedih atau kesal
- Rela berkorban demi kebahagiaan orang lain
- Taat peraturan
- Terobsesi melakukan segala hal dengan rapi dan sempurna
- Mudah cemas dan sering merasa down
- Selalu tampil baik-baik saja padahal kebalikannya
💢 BAGAIMANA CARA MENGATASI GOOD GIRL SYNDROME?
Image by Freepik |
Sederhananya, sindrom gadis baik itu identik dengan seorang perempuan yang loyal, ceria, hangat dan penyayang. Sehingga seorang perempuan dengan sindrom ini akan dianggap sebagai gadis baik apabila berperilaku taat aturan serta selalu bersikap ramah dan lemah lembut.
Sifat-sifat semacam ini yang kemudian menjadi penyebab munculnya good girl syndrome. Sehingga perempuan "baik" harus selalu bertindak sesuai norma, tidak boleh kasar apalagi melanggar aturan. Pada akhirnya, seorang perempuan akan merasa tertekan dan kehilangan keberanian untuk "mengeluarkan" suara.
Menariknya, justru keluarga lah yang seringkali menjadi pemantik api gangguan mental ini. Prinsip-prinsip yang tertanam dalam diri selama bertahun-tahun dalam lingkaran keluarga secara tidak langsung menjadi beban dan akan menimbulkan perasaan bersalah jika tidak dapat mewujudkannya.
Apalagi bagi sulung perempuan yang dituntut memiliki bahu dan pundak sekuat baja, sebab terlalu banyak ekspektasi yang harus diwujudkan, misal:
- Harus menjadi panutan bagi adik-adiknya
- Mampu diandalkan jika terjadi masalah
- Diharapkan menikah dengan pria yang sempurna
- Bisa dibanggakan di hadapan orang lain
Akan tetapi, ketika tidak semua ekspektasi tersebut bisa dipenuhi, rasanya ada beban tak kasat mata yang bergelanyut manja pada tubuh dan pikiran. Kemudian menjadi kesedihan yang hanya mampu ditanggung sendiri sebab tidak ingin lebih mengecewakan lagi.
Sampai-sampai, aku pernah bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak dijadikan seorang yang sempurna dan selalu mampu membuat orang-orang yang aku sayang menatap bangga dan kagum padaku. Sehingga aku akan selalu jadi yang terdepan tanpa menambah beban untuk orang lain. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengharap uluran tangan dari orang lain. Aku pun tidak perlu bersedih atau kecewa jika tidak mampu memberikan apa yang mereka mau.
Namun sampai aku tahu, jikalau tidak semua di dunia ini bisa dikendalikan. Ketika sampai pada titik itu, barulah tubuh ku sadar bahwa raga ini perlu istirahat. Tetapi terlambat. Kepala yang terlalu berisik sudah tidak mampu lagi menampung suara-suara lainnya dan berakhir terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Aku pun mengakui pada diriku sendiri. Sesungguhnya diam bukanlah satu-satunya jalan keluar dari segala masalah. Seharusnya, aku berani speak up dan mau berbagi isi kepala. Supaya apa saja yang tidak mampu aku emban, bisa dibagi dengan anggota keluarga yang lain.
Maka dari itu, begitu dinyatakan sehat serta diizinkan pulang, aku mulai belajar memahami bila menjadi gadis baik itu memang bagus, tetapi tidak boleh sampai menyakiti diri sendiri sebab kesehatan jiwa yang utama. Lantas, sambil menunggu kesehatanku pulih, perlahan aku mengubah mindset dengan;
✔ fokus pada hal-hal yang bisa aku dikendalikan, seperti menjaga perkataan, perilaku dan batasan terhadap orang lain. Serta bagaimana cara berpikir dan menyayangi diri sendiri. Maka ketika aku hanya fokus pada segala sesuatu yang mampu aku kendalikan, isi kepalaku tidak akan terlalu kewalahan, jauh dari perasaan cemas, stres dan aman dari overthinking 👍
✔ lebih menghargai sebuah proses agar tidak terlalu kecewa apabila hasil yang dipeorleh jauh dari ekspektasi
✔ berhenti menyalahkan diri sendiri dan bersyukur atas apa saja yang berhasil dicapai
✔ berlatih mencintai diri sendiri dengan memprioritaskan diri sendiri dan berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain (meski sangat sulit). Harapannya, supaya kesejahteraan dan kesehatan mental tetap terjaga. Self-love yang mood booster banget buat akutuh, sederhana sebenarnya. Melakukan hobi, seperti menulis, baca novel atau minum kopi sambil nonton film di laptop. Kadang-kadang kalau lagi punya tenaga lebih, ya olahraga atau berkendara tanpa tujuan yang jelas. Paling mentok kalau sumpeknya nggak ketulungan, ya banyak-banyak dzikir, deh 😊
Ada yang relate, nggak?
Baca Juga: Here's My Resolution and Cups of Wishes
Ternyata benar, ya. Menjadi anak pertama telebih itu berjenis kelamin perempuan bukanlah hal yang mudah sebab hidup justru lebih sering diisi dengan kepalsuan. Padahal si sulung yang diharapkan memiliki bahu dan pundak sekuat baja pun bisa menangis jika hatinya sedang tidak baik-baik saja. Perempuan sulung juga butuh didengar dan dipeluk, kan?
Image by Freepik |
Nah, agar kesehatan mental tidak semakin memburuk, terutama bagi sulung perempuan, yuk, coba beri ruang pada diri sendiri dan hentikan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti di bawah ini:
- Berusaha mengatur hal-hal yang di luar kendali
- Mengiyakan permintaan orang lain
- Selalu ingin tampil sempurna
- Terlalu khawatir terhadap pendapat orang lain
- Sering meragukan diri sendiri
- Selalu membuat orang lain senang
- Acapkali membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain
- Butuh validasi dari orang lain
💢 KONKLUSI
Image by Freepik |
It's Okay not be okay!
Ketika rasa takut sering menang dalam diri sendiri, lakukan self-care, seperti tidur yang cukup, melakukan hobi, journaling, beribadah atau reschedule time priority. Nanti, ketika tiba hari pertama dimulai awal baru, maka kamu, aku, maupun anak pertama perempuan yang ada di dunia ini bisa memulai langkah perjalanan yang jauh tanpa kewalahan dengan kondisi kesehatan mental yang carut-marut.
Intinya, jangan melakukan apapun atas dasar penilaian orang lain. Ikuti
kata hati dan cintai diri sendiri. Belajar bilang "TIDAK" jika tidak mau
atau dirasa tidak mampu. Dengan begitu, hidup akan jauh lebih tenang
dan relax. Terpenting, bahagianya sungguhan. Bukan lagi kepalsuan.
Kepada diri sendiri, terima kasih, ya sudah menjadi kuat hingga detik ini 🤗
Baca Juga: Whether Your Stage of Life as Planned?
#DearSenjaBlogCompetition
Referensi:
- https://www.fimela.com/lifestyle/read/4511218/di-balik-tenangnya-perempuan-sulung-ada-beban-emosional-yang-ditahan-sendiri
- https://tirto.id/mengenal-good-girl-syndrome-dan-cara-mengatasinya-gjFF
- https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-good-girl-syndrome-dan-bahayanya
- https://www.alodokter.com/good-girl-syndrome-ketika-bersikap-baik-justru-membuat-tidak-bahagia
Nah iya bangettt
ReplyDeleteSindrome "ga enakan" nih merongrong mental bgt.
Kudu punya mitigasi yg pas yah.
Supaya bebas dari syndrome ini.
Baca ini jadi ingat kakak perempuan saya. Dia dulu sering banget dituntut jadi kakak panutan buat adik-adiknya, pas SD kelas 6 dia ikut tante saya, tapi sama aja, di sana dia paling tua dibandingkan sepupu kami, jadi dituntut jadi kakak terbaik pula.
ReplyDeleteAlhasil setelah dewasa, ampun deh kakak saya, udah kek nenek-nenek aja kalau ngurusin orang wakkakakaka
Terima kasih Mbak sudah nulis artikel tentang ini. Aku sendiri adalah seorang ibu dari seorang anak perempuan yang dia adalah sulung dari adik²nya. Mungkin aku tidak terlalu "melulu" kepadanya saja mungkin ya
ReplyDeletekesehatan mental bagi anak sulung nih penting untuk diperhatikan ya kak karena kalau engga bisa beresiko dikemudian hari bagus nih artikelnya
ReplyDeletewah malah kebalikan dengan kakak sulung saya
ReplyDeleteWalau anak sulung, dia malah childish abis
bahkan sampai sekarang
adik2nya sampai jengkel
Jangankan bertanggung jawab terhadap adik2nya
Ini malah adik2nya yang bertanggung jawab untuk dia
Aku anak sulung dan aku merasakan banget yang namanya sindrom ini. Tapi baru tahu kalau namanya girl syndrom ini. Sementara adik adikku bisa bebas jadi diri mereka sendiri. Aku malah banyak dituntut. Terima kasih tulisannya mewakili apa yang aku rasakan.
ReplyDeleteaku rentan banget kena good girl syndrome ini, aku juga anak pertama perempuan dan memang kerasa banget bebannya, bahkan dari diri sendiri pun seperti menuntut lebih dan menuntut sempurna
ReplyDeletesaya anak pertama perempuan, Mba. dan memang jadi anak pertama perempuan itu gak mudah, saya harus menjadi contoh yang baik bagi keempat adik saya. mau berbuat yang jelek selalu mikir, takut ditiru adik-adikku
ReplyDeleteSaya anak sulung perempuan dan saya mengerti sekali posisi ini.. Meski sayangnya saya tipe pemberontak dan ga ada lembut-lembutnya hehe
ReplyDeletePeluk jauh ya mbak, semoga lekas pulih kembali raga maupun jiwa.
Kak, aku pernah mengalami Good Girl Syndrome, tapi posisinya justru kebalik, aku sebagai anak bungsu yang udah jadi pelampiasan orangtua yang kecewa dengan tingkah kakak-kakakku, akhirnya aku jadi orang yang gak enakan, sulit menolak perintah yang sebenernya aku gak suka, capek emang. Untungnya lambat laun bisa berubah seiring usia pernikahan menginjak 10 tahunan.. tulisannya bagus banget kak
ReplyDeletesindrom gadis baik ini kayaknya bisa hinggap bukan hanya pada anak perempuan pertama tapi pad anak perempuan pad umumnya deh. eh, apa jika anak perempuan tengah atau bungsu punya istilah lain lagi?
ReplyDeleteNggak mudah emang jadi anak perempuan pertama. Banyak beban yang ditanggung. Apalagi kalau ikut merangkap jadi tulang punggung keluarga dengan banyak adik. Kadang abai dengan diri sendiri. Semangat ya kak.. Jangan lupa kesehatan diri sendiri di tengah kesibukan. Refreshing ibadah juga perlu buat badan dan fikiran lebih fresh.
ReplyDeletePada dasarnya seseorang itu terlahir dengan ketidaksempurnaan ya, Mbak. Jadi saat seseorang dituntut selalu terlihat baik, maka dia akan tertekan. Apalagi saat ditambah posisi sebagai anak perempuan sulung yang salah satunya dituntut jadi panutan adik-adiknya ya, Mbak.
ReplyDeleteMakanya Good Girl Syndrome ini harus segera diatasi, termasuk harus berdamai dengan diri sendiri.